Saat Perempuan Mengambil Peran Sosial
Selasa, 28 Februari 2017
BIDANG PEREMPUAN,
KABAR PKS,
KIPRAH KAMI,
OPINI,
SEPUTAR PKS,
TAUJIH,
TOPIK PILIHAN
Pada suatu kesempatan, Asma
binti Umays bertemu dengan Umar bin Khatab. Sesaat bercakap, di antara keduanya
mulai ada perbedaan pendapat sehingga yang satu merasa lebih mulia daripada
yang lain. "Aku lebih dulu berhijrah, bukan Anda ya Umar. Bukankah aku
bersama suamiku (Ja'far bin Abi Thalib) telah pergi dulu ke Habsyah, sementara
engkau belum masuk Islam," kata Asma binti Umays.
"Hai Asma, hijrah yang sesungguhnya ialah ke Yastrib dan aku lebih dulu dari engkau. Bukankah engkau baru belakangan menyusul hijrah dari Habsyah ke Yastrib?" Sanggah Umar bin Khatab.
Rasulullah yang mendengar dialog panas ini menengahi, "Kalian berdua benar."
"Hai Asma, hijrah yang sesungguhnya ialah ke Yastrib dan aku lebih dulu dari engkau. Bukankah engkau baru belakangan menyusul hijrah dari Habsyah ke Yastrib?" Sanggah Umar bin Khatab.
Rasulullah yang mendengar dialog panas ini menengahi, "Kalian berdua benar."
Demikianlah, Rasulullah
memandang sama pendapat para sahabat dan sahabiyah. Gambaran pola interaksi
yang unik, segar, dan terbuka. Namun demikian, ada nuansa kompetitif fastabiqul
khairat tapi tetap fair play. Nuansa kompetitif antara laki-laki dan perempuan
juga terasa dalam pelaksanaan pemilihan umum.
Dunia politik di Indonesia belum memberikan
kesempatan yang luas bagi perempuan. Mengenai quota 30 persen wanita di
parlemen, akan tetap menjadi paradigma. Jika paradigma tentang kiprah politik
tidak berubah, maka pemberian jatah perempuan hanyalah sekedar basa basi politik,
sekedar wacana saja. Jika politik tak lebih dari perebutan harta dan tahta,
akan tetap terjadi persaingan tidak sehat dan penuh intrik. Namun, bila
paradigma diubah, bahwa parlemen adalah sarana berjuang memberikan khidmatul
ummah, dan menegakkan syariat Islam, maka kita akan dengan senang menerima
uluran tangan orang-orang yang ingin berbagi beban dengan kita.
Disinilah tantangan besar
yang dihadapi oleh kaum perempuan yang terjun ke dunia politik. Tak bisa
dipungkiri, masih saja para wanita dianggap kurang memiliki kemampuan di bidang
politik, sehingga menimbulkan ketidaksiapan laki-laki sebagai mitra dan
ketidaksiapan masyarakat melihat wanita terjun ke dunia politik. Berkiprah di
dunia politik memang berat. Perlu mental baja untuk terus menjalaninya
dengan tak banyak mengeluh. Jika belum
siap, masih banyak peran politik yang bisa dimainkan.
Demikian pula apa yang dirasakan oleh seorang kader akhwat ketika mengawali amanah sebagai anggota dewan, sebuah jabatan yang tidak mudah dijalankan. Bagaimana tidak? Perolehan suara yang jumlahnya memadai tersebut di luar perkiraan. Beliau sempat ragu untuk menerima amanah ini. Sebelumnya, dia hanyalah Ibu Rumah Tangga biasa yang mencoba untuk aktif berkontribusi sebagai pelayan masyarakat di bawah bendera PKS. Latar belakang pendidikan yang hanya selesai di bangku SMA menambah keraguan.
Dukungan dari keluarga tentu
sangat berarti baginya. Doa suami yang selalu menguatkan dan keberadaan
anak-anak yang senantiasa menjadi sumber inspirasi dan semangat berkarya. Keberadaan
tim support yang tak kenal lelah membantu menyelesaikan berbagai tuntutan dan
permasalahan. Sebuah kerja jamaah, yang tidak hanya mengedepankan kualitas
individu tapi kerjasama tim.
Satu hal yang beliau yakini bahwa Allah telah memberikan kesempatan untuk berkontribusi lebih
besar sebagai khadimul ummah. Kesempatan yang tidak diberikan kepada setiap
perempuan di Indonesia. Ibu ini merasa diberi tanggung jawab untuk mewakili suara kaum
perempuan, anggota masyarakat yang jumlahnya sangat besar. Tentu saja,
kepentingan para wanita hanya bisa dimengerti oleh wanita. Banyak kebijakan
pemerintah yang pasti akan berhubungan dengan kepentingan wanita. Dan hal ini
harus diperjuangkan agar hak – hak perempuan tetap diberikan sesuai
proporsinya. Motivasi terbesar bukanlah menjadi perempuan hebat yang disanjung
dan dihormati semua orang. Hanya sekedar ingin memberikan bukti bahwa seorang
Ibu Rumah Tangga pun mampu memberikan manfaat yang lebih besar untuk
masyarakat.
Terakhir, saya ingin
berpesan kepada setiap kader akhwat. Keberadaan kita di masyarakat itu penting.
Setiap diri pasti memiliki potensi pribadi yang bisa dimunculkan untuk
memberikan pelayanan lebih pada masyarakat. Jika hanya diam di tempat, partai
ini tak akan banyak memberikan manfaat. Kenali bakatmu dan jadilah penoreh
warna di sekitarmu. Dan jangan pernah menjauh dari saudaramu. Karena ukhuwah
itu sungguh berharga.
Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna mengingatkan:
"Wahai Ikhwan, sungguh aku sama sekali tak khawatir jika seluruh dunia bersatu untuk melibas kalian. Sebab dengan izin Allah, kalian lebih kuat daripada mereka. Tapi aku khawatirkan 2 hal menimpa kalian:
1. Aku khawatir kalian melupakan Allah, hingga Allah membiarkan kalian.
2. Atau kalian melupakan ikhwah-ikhwah, hingga akhirnya satu sama lain saling memperdayai."
"Wahai Ikhwan, sungguh aku sama sekali tak khawatir jika seluruh dunia bersatu untuk melibas kalian. Sebab dengan izin Allah, kalian lebih kuat daripada mereka. Tapi aku khawatirkan 2 hal menimpa kalian:
1. Aku khawatir kalian melupakan Allah, hingga Allah membiarkan kalian.
2. Atau kalian melupakan ikhwah-ikhwah, hingga akhirnya satu sama lain saling memperdayai."
Bismillah, semoga Allah
merahmati.
0 Response to "Saat Perempuan Mengambil Peran Sosial"
Posting Komentar