Fluktuasi Keimanan
Dalam suatu hadits, Rasulullah
telah mengingatkan bahwa keimanan setiap mukmin itu akan berlaku yaziidu
wayanqus, akan bertambah dan berkunrang, naikdan turun. Tentu ,seorang aktifis
dakwah yang rajin beribadah dan beramal shalih pun tidak dapat berkelit dari
sunatullah ini, apalagi bagi mereka yang pada dasarnya memang sudah malas
beribadah.
Akan lebih baik jika
kita menerapkan sistem konversi dan kompensasi amal shalih setiap hari. Apa saja
amal shalih yang biasa dilakukan dan suatu ketika tidak dilakukan harus
dicarikan penggantinya untuk menjaga kontinuitas beramal shalih. Atau memberikan
hukuman kepada diri sendirnya saat meninggalkan suatu amalah ayng biasa
dilakukan.
Namun demikian, Adanya
penurunan kuantitas, asal bukan kualitas beramal shalih pasca Ramadhan masih
merupakan kewajaran. Dengan adanya Ramadhan, manusia jadi menghargainya sebagai
momen khusus. Kalau semua bulan Allah buat seperti Ramadhan, bisa jadi manusia
tidak akan meghargai momen ramadhan. Apalagi manusia biasanya kalau sudah
mencapai titik jenuh tidak punya semangat lagi untuk naik. Tapi, kalau ada
momen tertentu jadi bisa.
Pembentukan pribadi
baru tidak bisa hanya mengandalkan masa 30 hari Ramadhan saja. Tapi perlu
berpuluh tahun sesuai lama usia hidup kita. Keshalihan pribadi maupun sosial
harus selalu dijaga dan dirawat agar tumbuh menjadi kebiasaan yang melekat
bersama pribadi kita. Tanpa penjagaan dan perawatan, keshalihan pribadi dan
sosial dalam diri kita akan semakin mengering dan lambat laun mati bersama hati
yang semakin mengeras.
Dengan upaya menjaga
keshalihan diri, perginya Ramadhan tidak akan membuat menguapnya pula
keshalihan dari diri kita. Kita kembali bergiat dalam amal – amal shalih yang
lain seraya memanjatkan satu permintaan, semoga Allah masih mempertemukan kita
dengan Ramadhan berikutnya. Aamiin.
0 Response to "Fluktuasi Keimanan"
Posting Komentar