Pelajaran Isra dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW
![]() |
ilustrasi |
Shalawat dan salam marilah kita sampaikan kepada baginda Rasulullah dengan membasahi lisan kita dengan membaca shalawat kepadanya:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتُ عَلَى إبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتُ عَلَى إبْرَاهِيمَ ، فِي الْعَالَمِينَ ، إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Salah satu peristiwa besar yang hanya terjadi sekali seumur kehidupan manusia adalah peristiwa isra dan mi’raj Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Isra’ berarti perjalanan Rasulullah di malam hari dari Masjidil Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsha di Palestina. Sedangkan mi’raj berarti dinaikannya Rasulullah menghadap Allah di Sidratil Muntaha.
Peristiwa yang maha agung ini menunjukkan keagungan Rasul yang terpilih untuk menjadi subjek dalam peristiwa ini. Dalam beberapa riwayat, Rasulullah bahkan menjadi imam sholat bagi seluruh para nabi sebelumnya. Keagungan Rasul ini tentu menjadi kebanggaan dan kebahagian kita selaku umatnya dengan tetap mempertahankan dan memelihara kemuliaan tersebut dalam kehidupan kita. Jika tidak, maka berarti kita telah mengotori kemuliaan tersebut. Apalagi dengan sengaja menyalahi aturan dan sunnahnya. Na’udzu billah.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini begitu agung, sehingga peristiwa ini diabadikan oleh Allah di dalam Al-Quran, bahkan menjadi salah satu nama surat Al-Quran yang menunjukkan keistimewaan peristiwa tersebut, yaitu surat Al-Isra’. Bahkan peristiwa inilah yang mengawali surah ini. Allah Swt berfirman :
سُبۡحَـٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلاً۬ مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِى بَـٰرَكۡنَا حَوۡلَهُ ۥ لِنُرِيَهُ ۥ مِنۡ ءَايَـٰتِنَآۚ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ. الإسراء: ١
Peristiwa ini juga disampaikan oleh Allah dalam surat An Najm ayat 10-16, sebagaimana firman-Nya:
فَأَوۡحَىٰٓ إِلَىٰ عَبۡدِهِۦ مَآ أَوۡحَىٰ. مَا كَذَبَ ٱلۡفُؤَادُ مَا رَأَىٰٓ. أَفَتُمَـٰرُونَهُ ۥ عَلَىٰ مَا يَرَىٰ. وَلَقَدۡ رَءَاهُ نَزۡلَةً أُخۡرَىٰ. عِندَ سِدۡرَةِ ٱلۡمُنتَهَىٰ. عِندَهَا جَنَّةُ ٱلۡمَأۡوَىٰٓ. إِذۡ يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ . النجم: ١٠ – ١٦
Dalam riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa rasulullah senantiasa membaca surah ini bersama surah Az Zumar pada malam hari.
Lalu apa pelajaran yang dapat kita ambil dari keagungan dari peristiwa ini? Minimal ada empat pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiswa agung dan luar biasa ini:
Pertama: Dari Sudut Aqidah.
Peristiwa Isra dan Mi’raj ini mengajarkan tentang kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak terhingga, dengan kekuasaan Allah yang maha berkehendak ia telah memperjalankan hamba-Nya dalam semalam ke Masjidil Aqsha dan ke Sidratul Muntaha sampai kembali lagi ke bumi.
Kedua: Dari Sudut Pandang Sains.
Peristiwa Isra dan mi’raj ini mengajarkan bagaimana dunia keilmuan masih menyisakan teori ilmiah yang belum terkuak. Bahkan para malaikat Allah Swt mengatakan:
قَالُواْ سُبۡحَـٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ. البقرة: ٣٢
Ketiga: Dari Sudut Pandang Moralitas.
Peristiwa ini mengajarkan bagaimana adab dan akhlak serta ketaatan seorang hamba kepada Penciptanya. Seorang hamba yang sangat taat kepada penciptanya serta mengikuti segala yang diperintahkan oleh penciptanya, bahkan perintah sholat yang diterima oleh Rasulullah itu menjadi kewajiban bagi orang-orang yang beriman. Namun sholat yang lima waktu yang telah diringankan oleh Allah itu menjadi begitu berat bagi sebagian kaum muslimin.
Sungguh beragamnya sudut pandang ini menunjukkan keagungan peristiwa yang hanya sekali terjadi sepanjang kehidupan manusia, dan hanya terjadi kepada seorang insan pilihan, Rasulullah Saw.
Ustadz Sayyid Quthb menafsirkan ayat pertama dari surah Al-Isra di atas dengan menyebutkan bahwa ungkapan tasbih yang mengawali peristiwa ini menunjukkan keagungannya, karena tasbih diucapkan manakala menyaksikan atau melihat sesuatu yang luar biasa yang hanya mampu dilakukan oleh Dzat yang Maha Kuasa. Sedangkan lafadz “bi’abdihi” adalah untuk mengingatkan status “ke-manusia-an” (Rasulullah) dengan anugerahNya yang bisa mencapai maqam tertinggi sidratul muntaha, agar ia tetap sadar akan kedudukanya sebagai manusia meskipun dengan penghargaan dan kedudukan yang tertinggi sekalipun yang tidak akan pernah dicapai oleh seluruh manusia sampai hari kiamat.
Keempat: Ikatan Akidah
Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha adalah karena ada ikatan ideologis yang sangat erat; antara akidah Nabi Ibrahim dengan Nabi Muhammad Subhanahu wa Ta’ala. Di samping ikatan kemasjidan antara Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dalam konteks keutamaannya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ والْمَسْجِدِ الأَقْصَى ».(مُتَّفَقٌ عَلَيْه)ِ
Ini juga untuk mengingatkan umat Islam semua bahwa hubungan ideologis antara seluruh umat Islam dengan Palestina tidak boleh padam dan harus terus diperjuangkan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menambahkan keimanan kepada kita untuk menjadikan peristiwa isra mi’raj ini sebagai sarana kita untuk menambah keimanan dan keilmuan kita, serta menambah kecintaan kita kepada masjidil Aqsa, dalam perjuangan membebaskan masjid Aqsa dari tangan-tangan Zionis Yahudi.
Amiin amiin ya rabbal alamin.
0 Response to "Pelajaran Isra dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW "
Posting Komentar