Ramadhan, Lambaian Perpisahan
Ramadhan, tahun 10 hijriyah. Ada yang tak biasa dilakukan oleh Rasulullah.
Biasanya, Jibril mengetes bacaan AlQuran Rasulullah satu kali, tapi Ramadhan
kali itu ia melakukannya dua kali. Begitupun Rasulullah, di ujung Ramadhan
biasanya melakukan I’tikaf sepuluh hari terakhir. Tapi Ramadhan itu beliau
melakukannya dua puluh hari.
Sebuah lambaian perpisahan telah datang, dari Rasul tercinta, yang dicintai
para sahabat dan umatnya, sementara ia sendiri juga mencintai mereka. Tetapi
tidak semua orang mengerti dan memahaminya isyarat perpisahan itu. Bahkan
hingga beberapa bulan kemudian, masih saja tanda – tanda itu belum dirasakan
kebanyakan sahabat. Meski pada waktu haji wada’ Rasul mengatakan, “Aku tidak
pasti, boleh jadi aku tidak akan bisa bertemua kalian lagi setelah tahun ini
dengan keadaan seperti ini.”
Bahkan, hingga lima hari sebelum wafatnya di bulan Rabiul Awal, saat ia
menyampaikan beberapa nasihat panjangnya. Ketika di ujung nasihatnya, Rasul
berkata’ “Sesungguhnya ada seorang hamba yang diberi pilihan Allah, antara
diberi kemewahan dunia menurut kehendaknya ataukah apa yang ada di sisiNya.
Ternyata hamba itu memilih apa yang ada di sisiNya.”
Saat itu, Abu Bakar menangis sambil berkata, “Demi ayah dan ibu kami
sebagai tebusanmu.” Para sahabat heran. Akhirnya setelah Abu Bakar menjelaskan
bahwa yang dimaksud hamba itu tak lain adalah rasulullah, abrulah para sahabat
yang lain menyadari, bahwa detik –detik perpisahan dengan Rasulullah tiba –
tiba hadir di hadapan kehidupan nyata mereka. Sesuatu yang nyaris tak pernah
mereka bayangkan.
Begitulah, setiap kita punya tambatan cinta yang berbeda. Pada sisi
keimanan, tentu semestinya cinta itu tertambat kepada Allah, RasulNya, juga
ajaran –ajaran agamaNya. Pada sisi kemanusiaan, kita boleh menambatkan cinta
itu kepada apa dan siapa saja yang halal dan mubah. Asalkan, cinta kemanusiaan
kita tka boleh melanggar cinta keyakinan kita. Tetap saja ada tangis dan duka
untuk setiap kehilangan orang atau apa saja yang dicintai.
Maka, yang tak mencintai apa – apa tak akan pernah merasakan kehilangan apa
– apa. Jika kita tak mencintai Ramadhan, saat bulan mulia ini berlalu, semua
serasa biasa saja. Padahal, kita tak pernah tahu, apakah ini Ramadhan terkahir
yang kita temui. Karenanya, selagi berjumpa Ramadhan, mari beramal sebaik
mungkin.
Bapak H. Samhari
Ketua Majelis Pertimbangan Daerah DPD PKS Kabupaten Madiun
0 Response to "Ramadhan, Lambaian Perpisahan"
Posting Komentar