PKS GO PKS

Anis Matta : Strategi Pencitraan (bag 1)


Media massa, kata pemimpin Partai Refah dan mantan PM Turki, Erbakan, adalah institusi politik keempat. Teori trias politica yang digagas Montesqiu beberapa abad lalu sudah tidak memadai menggambarkan keseimbangan kekuatan politik suatu negara. Media massa telah menjadi institusi yang mandiri, independen, berwibawa dengan agendanya, dengan jaringannya, dan dengan kadar pengaruh lembaga eksekutif dan legislatif. Ini adalah abad media. 

Kita, atau mungkin siapa saja yang bergerak di dunia politik dan dakwah, dengan mudah bisa sepakat dengan Erbakan. Sebab memang begitulah kenyataannya. Tapi, justru disinilah persoalan kita. Di antara kesadaran kita tentang peran dan fungsi media dengan langkah yang kita lakukan untuk memanfaatkannya, masih terbentang jarak yang relatif jauh. 

Sebagian dari indikasinya adalah adanya pemahaman yang masih naif bahwa kita sudah cukup bergembira apabila kegiatan atau statement kita diliput media. Kadang, dengan naif kita marah atau iri. Amal kemanusiaan dan aksi sosial politik seperti demonstrasi, tabligh akbar, atau pawai yang kita gelar, ternyata tidak mendapat liputan media yang memadai. Sementara kelompok lain mendapat liputan media yang luas untuk satu kegiatan kecil. 

Hubungan kita dengan media, dalam pespektif yang naif itu, mengalami reduksi, penyederhanaan, dan pembatasan ke tingkat liputan saja. Padahal liputan media, walaupun untuk kegiatan yang baik, belum tentu menguntungkan bagi kita jika dipandang dari sisi strategi pencitraan. Misalnya, jika aktivitas publik kita yang terliput adalah kegiatan sosial kemanusiaan, maka jangan heran bila kemudian masyarakat mempersepsi kita sebagai LSM atau ormas. Bukan institusi dakwah politik. 

Demikian pula jika aktivitas publik kita yang terliput adalah demonstrasi dan protes, maka secara perlahan kita akan dicitrakan sebagai partai demonstran. Lantas, apa yang terjadi jika seluruh tokoh dakwah tampil hanya dalam satu format, muballig? Masyarakat mungkin akan mengagumi dan menghormati, tapi belum tentu percaya akan kapasitas kita untuk mengelola sebuah negara. Mereka belum tentu bersedia memberikan legitimasi, dukungan, dan suaranya kepada kita untuk memimpin mereka.

Konsep pencitraan pertama kali mengajak kita untuk menjawab seluruh pertanyaan yang sangat fundamental : kita ingin dipahami oleh masyarakat sebagai apa? Atau, citra apa yang kita inginkan untuk diri sendiri? Pertanyaan itu menjadi fundamental karena pada dasarnya kita lah yang bertanggungjawab atas citra diri kita sendiri. Dengan kata lain, apa yang ingin dipahami orang lain tentang kita sebenarnya dibentuk oleh akumulasi sikap, perilaku dan cara kita mengekspresikan diri. 

Kemunculan kita ke publik dalam bentuk apa pun, melalui suatu proses waktu. Secara perlahan akan membentuk kesan tertentu dalam benak publik. Apa yang mereka lihat dan dengar dari diri kita, itulah yang membentuk citra kita dalam benak mereka. Jadi, citra adalah kesan imajinatif yang terbentuk dalam benak publik dalam rentang waktu tertentu dan terbentuk oleh keseluruhan informasi tentang diri kita yang sampai ke publik.

bersambung ....

0 Response to "Anis Matta : Strategi Pencitraan (bag 1)"

Posting Komentar

PKS GO PKS