Antara Ilmu dan Penghasilan
Setelah lulus mau kerja di mana? Pertanyaan itulah yang
sering kali merisaukan para siswa atau mahasiswa yang sudah berada di ambang
kelulusan. Baik pertanyaan dari diri sendiri, orang tua, teman maupun tetangga
sekitar. Bekerja juga sangat dianjurkan oleh agama karena itu adalah bagian
dari upaya menjaga kehormatan diri.
Dari Miqdad bin Ma’di Karib ra. Berkata,
Nabi Muhammad saw bersabda, ”Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik
dari pada ia memakan makanan hasil kerja tangannya sendiri. Sesungguhnya nabi
Allah, Daud a.s. makan makanan dari hasil kerjanya sendiri.” (HR. Bukhari)
Dari tahun ke tahun jumlah penerimaan mahasiswa baru di
berbagai universitas semakin meningkat. Suatu semangat mencari ilmu yang patut
kita acungi jempol. Namun di sisi lain, ada juga yang sangat memprihatinkan
mana kala tujuan mereka masuk perguruan tinggi hanya sekedar mencari ijazah,
mendapat pekerjaan bergengsi lalu hidup kaya raya. Orang yang sudah memiliki
pekerjaan mapan pun juga tak mau kalah. Mereka berbondong-bondong masuk
perguruan tinggi kembali, namun dengan satu niat yang sangat disayangkan
mendapatkan kenaikan pangkat dan tunjangan. Saya yakin, semangat menuntut ilmu
yang seperti ini hanya bertahan di semester-semester awal saja. Selebihnya
mereka lebih memilih titip absen, menyewa jasa pembuatan tugas akhir bahkan ada
yang membeli nilai atau memalsukan ijazah.
Dari
lulusan sarjana setiap tahunan dapat kita lihat juga sebagaian besar tujuan
mereka kuliah hanya mencari gelar bukan mencari ilmu. Kenapa bisa dikatakan
demikian ? apakah sebuah vonis ? secara akal biasa bila ratusan ribu sarjana
yang telah ada benar-benar mencari ilmu saya yakin tidak ada sarjana yang
menganggur, karena mereka memanfa’atkan ilmu yang didapatkan ketika masa kuliah
untuk mencipktakan karya dan lapangan kerja baru bukan malah mengharap lapangan
kerja yang tidak menentu.Banyak mahasiswa pemegang ijazah dari kampus negeri
bonafide di Indonesia justru kebingungan setelah lulus. Pasalnya, ilmu mereka
ternyata belum cukup meski telah mengantongi ijazah sarjana. Orientasi mahasiswa seperti ini
adalah ijazah, bukan esensi ilmu dari kampus.
Di
sisi lain, banyak pengusaha sukses tidak memiliki gelar akademis bergengsi.
Modal mereka adalah kapasitas ilmu. Ilmu itu penting, sedangkan ijazah hanya
formalitas. Padahal setelah mempunyai ilmu, sesuatu yang kita inginkan akan
mengikuti. Dalam sebuah
hadist Rasulullah Saw bersabda : "(Nabi) Sulaiman
diberi pilihan harta, kerajaan, atau ilmu. Maka (Nabi) Sulaiman memilih ilmu.
Lalu dengan sebab memilih ilmu, ia diberi kerajaan dan harta". (HR. Ibnu As Sakir dan Ad-Dailami)
Orang yang niatnya tulus
mencari ilmu tidak hanya memikirkan tentang berapa penghasilan yang kelak akan
ia peroleh. Namun mereka akan lebih sibuk memikirkan bagaimana ia menjadi orang
yang bermanfaat dengan ilmunya. Bagaimana ia dapat terus berbuat dan
meninggalkan karya terbaik untuk generasi selanjutnya. Kerena sejatinya
hakikat ilmu tidak dapat terukur dengar harta keduniawian. Menurut Sayyidina
Ali Ra, ilmu akan menjadi penjaga untuk pemiliknya sedangkan harta hanya akan
menjadikan pemiliknya sebagai budak yang akan terus berusaha menjaganya.
Penghasilan terbesar serta hakiki yang diperoleh para pencari ilmu yang
sesungguhnya adalah ketinggian derajat yang telah dijanjikan Allah, doa dari
para malaikat, serta meraih cinta dan jannah Allah Swt. Wallahu a’alam bi
shawab.
*****
0 Response to "Antara Ilmu dan Penghasilan"
Posting Komentar