PKS GO PKS

Kendala Caleg Perempuan




"Aku lebih dulu berhijrah, bukan Anda ya Umar. Bukankah aku bersama suamiku (Ja'far bin Abi Thalib) telah pergi dulu ke Habsyah, sementara engkau belum masuk Islam," kata Asma binti Umays.
"Hai Asma, hijrah yang sesungguhnya ialah ke Yastrib dan aku lebih dulu dari engkau. Bukankah engkau baru belakangan menyusul hijrah dari Habsyah ke Yastrib?" Sanggah Umar bin Khatab.
Rasulullah menengahi, "Kalian berdua benar."
Itulah pola interaksi antara sahabat dan sahabiyah yang unik, segar, dan terbuka. Ada nuansa kompetitif fastabiqul kkhairat tapi tetap fair play. Nuansa kompetitif laki-laki dan perempuan juga terasa dalam pelaksanaan pemilu.
Bagi caleg perempuan, ada beberapa kendala yang biasanya dihadapi.
Pertama, fisik : ketahanan, stamina dan kebugaran. Sekali saja seorang wanita melahirkan, kondisi fisiknya tak akan sama lagi dibandingkan sebelumnya. Jika aktivitas terlampau tinggi, gangguan fisik akan timbul, dari migren, darah rendah, hingga typhus. Secara teori, hidup seimbang dan makanan yang sehat sudah cukup. Tapi, banyaknya kewajiban yang ada lebih banyak daripada waktu yang tersedia (alwajibat antasari minal auqat).
Kedua, mental. Jika tidak pede, tahan banting, dan bermental baja, akan jadi bulan-bulanan. Bila tidak gemar membaca dan meningkatkan kemampuan, hanya jadi aleg berprinsip 4d, datang, duduk, diam dan duit.
Ketiga, pendanaan. Inilah wacana yang mencuat dalam seminar Promoting Women's Leadership in Politic and Gender Equality (10/2/2004), karena kesulitan dana, banyak caleg perempuan dinomorduakan. Hal ini banyak terjadi di kebanyakan partai. Syukurlah, masalah penempatan nomor caleg tidak terjadi di tubuh PKS, karena baik caleg laki-laki dan perempuan sama-sama kekurangan dana. Hehehe....
Keempat, kendala eksternal, ketidaksiapan laki-laki sebagai mitra dan ketidaksiapan masyarakat melihat wanita terjun ke dunia politik. Berkiprah di dunia politik memang berat. Kalau siap berjihad, ya bismillah dan tak usah banyak mengeluh. Jika belum siap, masih banyak peran politik yang bisa dimainkan.
Dan, mengenai quota 30 persen wanita di parlemen, akan tetap menjadi paradigma. Jika paradigma tentang kiptah politik tidak berubah, maka pemberian jatah perempuan hanyalah sekedar basa basi politik, sekedar wacana saja. Jika politik tak lebih dari perebutan harta dan tahta, akan tetap terjadi persaingan tidak sehat dan penuh intrik. Namun, bila paradigma diubah, bahwa parlemen adalah sarana berjuang memberikan khidmatul ummah, dan menegakkan syariat Isla, maka kita akan dengan senang menerima uluran tangan orang-orang yang ingin berbagi beban dengan kita.

Sitaresmi S Soekanto
Saksi, 14 April 2004

0 Response to "Kendala Caleg Perempuan "

Posting Komentar

PKS GO PKS